Artikel/Materi Ini dibuat oleh :
Nama : Agung Pratama (20213356)
Kelas : 2EB06
Mata Kuliah : Aspek Hukum dalam Ekonomi#
Mata Kuliah : Aspek Hukum dalam Ekonomi#
Definisi Hukum Lokal & Internasional
Hukum Lokal (Local Law) adalah hukum yang hanya berlaku disuatu
daerah tertentu (Hukum Adat Batak, Minangkabau, Jawa dan sebagainya), atau
suatu sistem hukum yang tampak seiring dengan peningkatan pentingnya hukum negara
dan aparatur administrasinya, dimana pengembangan dan kewenangannya. Maksud dan
tujuan kesemuanya ditentukan oleh aparat pemerintah. Pemberlakuan dalam praktek
sehari-hari berada dalam suatu kewenangan daerah yang terde sentralisasi. Perbedaannya
dengan hukum nasional adalah, bahwa proses pembentukan Hukum Lokal yang
dibangun tersebut perumusannya didasarkan pada spirit berpikir hukuni
masyarakat pribumi (according to the spirit of indigenous legal thinking).
Hukum Internasional
(International
Law) adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala
internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai
perilaku dan hubungan antar negara, namun dalam perkembangan pola hubungan
internasional yang semakin kompleks, pengertian ini kemudian meluas sehingga
Hukum Internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi
internasional. Dan pada batas tertentu perusahaan multinasional dan individu
atau disebut juga hukum yang mengatur hubungan antara dua
negara atau lebih (Hukum Perang, Perdata Internasional dan sebagainya).
Tujuan Hukum
Hukum Lokal memiliki tujuan
sebagai alat yang mengatur tata-cara dan tingkah laku yang ada di masyarakat
suatu daerah desentralisasi, bersifat Preventif atau Represif. Preventif
apabila masyarakat mengetahui terlebih dahulu hal-hal apa saja yang tidak boleh
dilanggar sehingga masyarakat akan menjauhi hal tersebut, dan ini akan baik sebagai
pencegahan terjadinya pelanggaran hukum. Represif apabila masyarakat belum
semua mengetahui apa saja yang tidak boleh dilanggar namun sudah terjadi
pelanggaran maka ini bisa dijadikan pendidikan hukum dan menimbulkan efek jera,
sehingga masyarakat menjadi patuh terhadap hukum.
Hukum Internasional memiliki
tujuan sebagai pengatur hubungan antar Negara yang ada di seluruh dunia, bersifat
mengikat dan universal. Telah disepakati di konferensi PBB, hukum ini mengurusi
struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan
multinasional dan individu.
1. 1. Keadilan Hukum
Keadilan
adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan
terletak pada keharmonisan menuntut hak dan kewajiban, atau dengan kata lain
keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh bagian yang sama dari
kekayaan bersama. Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya
menuntut hak dan lupa menjelankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan
mengarah pada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya pula jika kita
hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah
diperbudak atau diperas orang lain.
Keadilan dan
ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam
hidupnya manusia menghadapi keadilan atau ketidakadilan setiap hari. oleh sebab
itu keadilan dan ketidakadilan, menimbulkan daya kreativitas manusia.
Maka dari itu keadilan sangat penting untuk kehidupan sehari – hari,
karena akan mensejahterakan semua umat manusia. Keadilan terdapat dalam
pancasila, terutama dalam sila kelima yang berbunyi “keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”. Yang artinya seluruh warga Negara Indonesia berhak
mendapatkan keadilan yang merata dari pihak yang berwenang.
Jadi antara
hak dan kewajiban perlu diserasikan agar tercipta kehidupan yang harmonis,
karena kehidupan seperti itulah yang diinginkan oleh setiap umat manusia.
Setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang perlu dikerjakan bersama – sama
tanpa adannya berat sebelah yang artinya hak dan kewajiban harus dilaksanakan
secara seimbang.
Berbagai Keadilan hukum :
·
Keadilan Legal atau keadilan moral
·
Keadilan
Distributif
·
Keadilan
komutatif
2. Kepastian Hukum
Kepastian
hukum merupakan suatu hal yang hanya bisa dijawab secara normatif berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, bukan sosiologis, tapi kepastian
hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan
secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis dalam artian tidak
menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam arti menjadi sistem
norma dengan norma yang lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan
konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian. Kepastian hukum merupakan
suatu keadaan dimana perilaku manusia baik individu, kelompok maupun organisasi
terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum. Dalam
praktek kita melihat ada undang-undang sebagian besar dipatuhi dan ada
undang-undang yang tidak dipatuhi. Sistem hukum jelas akan runtuh jika setiap
orang tidak mematuhi undang-undang dan undang-undang itu akan kehilangan
maknanya. Ketidakefektifan undang-undang cenderung mempengaruhi waktu sikap dan
kuantitas ketidakpatuhan serta mempunyai efek nyata terhadap perilaku hukum,
termasuk perilaku pelanggar hukum. Kondisi ini akan mempengaruhi penegakan
hukum yang menjamin kepastian dan keadilan dalam masyarakat.
Kepastian
hukum dapat kita lihat dari dua sudut, yaitu kepastian dalam hukum itu sendiri
dan kepastian karena hukum. Kepastian dalam hukum dimaksudkan bahwa setiap
norma hukum itu harus dapat dirumuskan dengan kalimat-kalimat di dalamnya tidak
mengandung penafsiran yang berbeda-beda. Akibatnya akan membawa perilaku patuh
atau tidak patuh terhadap hukum. Dalam praktek banyak timbul
peristiwa-peristiwa hukum, di mana ketika dihadapkan dengan substansi norma
hukum yang mengaturnya, kadangkala tidak jelas atau kurang sempurna sehingga
timbul penafsiran yang berbeda-beda yang akibatnya akan membawa kepada
ketidakpastian hukum. Sedangkan kepastian karena hukum dimaksudkan bahwa karena
hukum itu sendirilah adanya kepastian, misalnya hukum menentukan adanya lembaga
daluarsa, dengan lewat waktu seseorang akan mendapatkan hak atau kehilangan
hak. Berarti hukum dapat menjamin adanya kepastian bagi seseorang dengan
lembaga daluarsa akan mendapatkan sesuatu hak tertentu atau akan kehilangan
sesuatu hak tertentu.
3. Kemanfaatan Hukum
Menurut teori
Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional, merupakan dua sistem hukum
yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional dan hukum nasional
merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan
superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan
hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional. Kalau ada
pertentangan antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum nasional suatu
negara.
Sedangkan
menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan
satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah
lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri.
Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan
hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum
internasional.
Berangkat dari
pentingnya hubungan lintas negara disegala sektor kehidupan seperti politik,
sosial, ekonomi dan lain sebagainya, maka sangat diperlukan hukum yang diharap
bisa menuntaskan segala masalah yang timbul dari hubungan antar negara. Hukum
Internasional ialah sekumpulan kaedah hukum wajib yang mengatur hubungan antara
person hukum internasional (Negara dan Organisasi Internasional), menentukan
hak dan kewajiban badan tersebut serta membatasi hubungan yang terjadi antara
person hukum tersebut dengan masyarakat sipil.
Oleh karena
itu hukum internasional adalah hukum masyarakat internasional yang mengatur
segala hubungan yang terjalin dari person hukum internasional serta hubungannya
dengan masyarakat sipil. Hukum internasional mempunyai beberapa segi penting
seperti prinsip kesepakatan bersama (principle of mutual consent), prinsip
timbal balik (priniple of reciprocity), prinsip komunikasi bebas (principle of
free communication), princip tidak diganggu gugat (principle of inciolability),
prinsip layak dan umum (principle of reasonable and normal), prinsip
eksteritorial (principle of exterritoriality), dan prinsip-prinsip lain yang
penting bagi hubungan diplomatik antarnegara.
Maka hukum
internasional memberikan implikasi hukum bagi para pelangarnya, yang dimaksud
implikasi disini ialah tanggung jawab secara internasional yang disebabkan oleh
tindakan-tindakan yang dilakukan sesuatu negara atau organisasi internasional
dalam melakukan segala tugas-tugasnya sebagai person hukum internasional. Dari
pengertian diatas dapat kita simpulkan unsur-unsur terpenting dari hukum
internasional; (a) Objek dari hukum internasional ialah badan hukum
internasional yaitu negara dan organisasi internasional, (b) Hubungan yang
terjalin antara badan hukum internasional adalah hubungan internasional dalam
artian bukan dalam scope wilayah tertentu, ia merupakan hubungan luar negeri
yang melewati batas teritorial atau geografis negara, berlainan dengan hukum
negara yang hanya mengatur hubungan dalam negeri dan (c) kaedah hukum
internasional ialah kaedah wajib, seperti layaknya semua kaedah hukum, dan ini
yang membedakan antara hukum internasional dengan kaedah internasional yang
berlaku dinegara tanpa memiliki sifat wajib seperti life service dan adat
kebiasaan internasional.
Jika hukum
nasional ialah hukum yang terapkan dalam teritorial sesuatu negara dalam
mengatur segala urusan dalam negeri dan juga dalam menghadapi penduduk yang
berdomisili didalamnya, maka hukum internasional ialah hukum yang mengatur
aspek negara dalam hubungannya dengan negara lain.
Hukum
Internasional ada untuk mengatur segala hubungan internasional demi
berlangsungnya kehidupan internasional yang terlepas dari segala bentuk tindakan
yang merugikan negara lain. Oleh sebab itu negara yang melakukan tindakan yang
dapat merugikan negara lain atau dalam artian melanggar kesepakatan bersama
akan dikenai implikasi hukum, jadi sebuah negara harus bertanggung jawab atas
segala tindakan yang telah dilakukannya.
Pengertian
tanggung jawab internasional itu sendiri itu adalah peraturan hukum dimana
hukum internasional mewajibkan kepada person hukum internasional pelaku
tindakan yang melanggar kewajiban-kewajiban internasional yang menyebabkan
kerugian pada person hukum internasional lainnya untuk melakukan kompensasi.
Contoh kasus
TEMPO
Interaktif, Mazar-e-Sharif – Tujuh pekerja PBB tewas dibunuh di Mazar-e-
Sharif, Afganistan. Dua di antaranya dipenggal oleh demonstran yang protes
pembakaran Al-Quran di gereja Florida, Amerika Serikat. Berdasarkan laporan
harian The Telegraph, Sabtu (2/4), korban serangan paling keji kepada pekerja
PBB itu termasuk lima petugas keamanan dari Nepal, dan pekerja sipil dari
Norwegia, Swedia, dan Rumania. Dalam peristiwa itu, selain pekerja PBB, empat
penduduk lokal juga ikut terbunuh. Pejabat
PBB kepada Daily Telegraph menyatakan jumlah korban kemungkinan bertambah
hingga 20 orang. Dalam peristiwa itu, beredar kabar bahwa seorang Kepala
Asisten Militer PBB juga ikut terluka. Namun kabar ini belum dapat dipastikan.
Penduduk setempat menyatakan sekitar 2.000 orang demonstran menyerang penjaga
keamanan PBB di luar Unama. Demonstran merampas senjata mereka, lalu
menggunakannya untuk menembaki polisi. Juru bicara Kepolisian menyatakan
pendemo memenggal kepala dua penjaga keamanan dan menembak penjaga lainnya.
Mereka kemudian mendorong tembok anti-pelindung ledakan untuk menjatuhkan
menara keamanan lalu membakar gedung. Para pendemo mulai berkumpul ketika
sejumlah pemimpin agama di masjid di pusat kota mendesak para jemaah meminta
PBB mengambil langkah dalam peristiwa pembakaran Al-Quran yang dilakukan
pendeta Wayne Sapp di Gainesville Florida pada 20 Maret 2011 lalu. Sekretaris
Jenderal PBB Ban-Ki-Moon menyatakan tindakan para pendemo itu merupakan
perilaku yang memalukan dan pengecut. Sementara Presiden Amerika Serikat
Barrack Obama mengutuk tindakan itu.
Analisa
Kasus diatas merupakan
kasus hukum internasional karena menyangkut warga negara Nepal, Norwegia,
Swedia, dan Rumania yang notabene warga negara asing di Afghanistan dengan
pendemo yang merupakan warga negara Afghanistan itu sendiri.
Pertanyaan yang muncul adalah
negara mana yang berhak mengadili perkara tersebut?
Untuk menentukan negara mana yang
berhak mengadili suatu perkara internasional, diciptakanlah asas-asas hukum
yang menjelaskan negara yang berhak mengadili suatu perkara internasional,
salah satu asas tersebut adalah asas Yurisdiksi Negara.
1. Prinsip Teritorial
Prinsip ini lahir dari
pendapat bahwa sebuah negara memiliki kewenangan absolut terhadap orang, benda
dan kejadian-kejadian di dalam wilayahnya sehingga dapat menjalankan
yurisdiksinya terhadap siapa saja dalam semua jenis kasus hukum (kecuali dalam
hal adanya kekebalan yurisdiksi seperti yang berlaku kepada para diplomat
asing).
2. Asas Nasionalitas :
Atau disebut juga “hubungan
fundamental antara individu dengan negaranya”. Dalam hukum internasional,
hubungan antara individu sebagai warga negara dengan negara adalah sebuah hal
yang paling mendasar (fundamental). Sebuah negara dapat menjalankan yurisdiksi
kriminal dan privat terhadap warga negaranya meskipun yang bersangkutan sedang
berada di negara lain. Contoh, di Inggris dalam kasus Joyce v. Director of
Public Prosecutions (1946) dan Amerika Serikat dalam kasus Iran Hostages Crisis
(1979-1980). Permasalahan akan timbul dalam hal penentuan “kewarganegaraan”
yang terkadang cukup rumit. Dalam Nottebohm Case (1955) ICJ memutuskan bahwa
dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, pengadilan harus memperhatikan
”genuine connection” yang menunjukkan keterikatan seseorang dengan penduduk
sebuah negara. Prinsip ini dikenal dengan effective nationality atau dominant
nationality.
3. Asas Personalitas Pasif :
Prinsip ini memberikan hak
pelaksanaan yurisdiksi kepada sebuah negara untuk menghukum kejahatan yang
dilakukan di luar wilayahnya, oleh pelaku dari warga negara asing, yang
korbannya adalah warga negara dari negara tersebut. Beberapa ahli hukum
internasional menganggap pelaksanaan yurisdiksi ini tidak memiliki dasar yang
kuat. Hal ini karena membuat pelaku dari kejahatan ini untuk tunduk pada sistem
hukum lain yang tidak harus dipatuhinya. Oleh karena itu, beberapa ahli
berpendapat bahwa penerapan prinsip ini hanya terbatas pada kejahatan yang
secara umum diakui oleh negera-negara dunia sebagai kejahatan seperti
pembunuhan dan pencurian.
Contoh kesulitan dari pelaksanaan
Pasive Personality Principle ini adalah seperti tergambar dalam peristiwa
pembajakan kapal pesiar Achille Lauro (1985) oleh beberapa orang Palestina yang
berakhir diperairan Mesir.
4. Asas Protektif :
Atau biasa juga disebut sebagai
yurisdiksi yang timbul berdasarkan adanya kepentingan keamanan sebuah negara.
Dalam banyak sistem hukum mengakui bahwa negara-negara memiliki yurisdiksi
terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang asing, diluar wilayahnya, yang
mengancam keamanan negara tersebut atau mengancam jalannya pemerintahan negara
tersebut. Contoh dari pelaksanaan prinsip ini adalah, kasus United States v.
Archer (1943) yang diputuskan bahwa hukum Amerika dapat menghukum warga negara
asing yang melakukan perjury terhadap diplomat Amerika di luar negeri. Contoh lain,
Israel di tahun 1972 membuat peraturan perundangan yang memberikan yurisdiksi
kepada pengadilan Israel untuk mengadili setiap orang yang melakukan kejahatan
di luar negeri yang mengancam keamanan, ekonomi, transportasi atau komunikasi
dari negara Israel.
5. Asas Universal :
Berbeda dengan prinsip-prinsip
sebagaimana dibahas diatas, dimana harus ada “hubungan” antara kejahatan yang
dilakukan dengan negara pelaksana yurisdiksi – prinsip universal tidak
membutuhkan hubungan seperti itu. Prinsip ini didasarkan pada fakta bahwa
sebuah negara menjalankan yurisdiksinya karena seseorang berada dalam
kekuasaannya (custody), karena melakukan kejahatan berdasarkan hukum nasional
negara lain ataupun kejahatan berdasarkan hukum internasional. Bila seseorang tersebut
melakukan kejahatan berdasarkan hukum nasional negara lain, maka sebuah negara
hanya dapat menjalankan yurisdiksinya bila negara lain tersebut menolak untuk
menjalankan yurisdiksinya. Pelaksanaan yurisdiksi terhadap kejahatan
berdasarkan hukum internasional lebih diterima oleh negara-negara dunia. Hal
ini karena beberapa kejahatan yang diatur dalam hukum internasional dapat
mengganggu masyarakat internasional secara luas.
Menurut kami asas yang paling
tepat untuk kasus ini adalah Asas Teritorial, Karena seluruh rangkaian kejadian
kasus ini terjadi di Afganistan, pelaku kasus ini adalah demonstran yang
merupakan warganegara Afganistan, para korban menghembuskan nafas terakhir
mereka di Afganistan, kerugian paling signifikan dirasakan oleh Afganistan (meninggalnya
4 penduduk lokal, hancurnya fasilitas umum, dan hangusnya gedung-gedung).
Referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar