Pages

Selasa, 17 November 2015

Mini Artikel & Citizen Journalism

Topik                     : Ekonomi
Tema                     : Perkembangan Infrastruktur Transportasi Massal
Judul                     : Dampak Penyempitan ruas jalan akibat pembangunan MRT Jakarta
Premis Mayor      : Pengerjaan proyek MRT Jakarta mengalami progress yang signifikan
Premis Minor       : Ruas jalan Fatmawati sampai Bundaran Patung Pemuda Senayan mengalami kemacetan akibat penyempitan jalan
Simpulan              : Pengerjaan proyek MRT Jakarta yang berimbas kemacetan akibat penyempitan ruas jalan.

Isi artikel :  
                        
                Pengerjaan proyek MRT Jakarta sampai saat ini mengalami perkembangan yang signifikan, sampai hari ini prosentase kemajuan kerja sudah mencapai angka 35%, proyek infrastruktur yang akan mencatat sejarah bangsa Indonesia ini ditargetkan akan rampung pada tahun 2018, tepatnya pada pagelaran akbar Asian Games 2018. Nilai Investasi Proyek ini diestimasikan sebesar Rp 20 Triliun untuk tahap satu. Dana tersebut didapat dari APBN, APBD dan pinjaman kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Jepang. Untuk pengerjaannya proyek ini dikerjakan oleh Konsorsium Indonesia - Jepang, Indonesia melakukan kerjasama dengan Jepang dalam pengerjaan ini dikarenakan Jepang sudah berpengalaman dan memiliki teknologi tinggi. 
   
Meski demikian pengerjaan MRT Jakarta juga memberikan dampak bagi kemacetan dari titik perempatan Fatmawati sampai Bundaran Patung Pemuda Senayan, seperti pada jam-jam pergi dan pulang kantor. Kemacetan ini diakibatkan oleh penyempitan ruas jalan sampai pedestrian yang dikorbankan karena pengerjaan proyek di median jalan yang membutuhkan ruang kerja. Kerugian waktu dan nilai ekonomi harus dibayar mahal oleh warga yang setiap hari nya melewati jalur ini.

Liputan bisa dilihat disini





Kamis, 08 Oktober 2015

Akuntan Indonesia dalam menghadapi arus Globalisasi


Dijaman yang serba modern ini kita seakan hidup didalam dunia tanpa batas, kita dituntut untuk melakukan sesuatu dengan instan. Banyak arus informasi masuk ke dalam ranah pengetahuan yang seakan menuntut kita agar memperbarui wawasan pengetahuan. Globalisasi juga membawa dunia keuangan berubah sedikit demi sedikit, perkembangan dari masa ke masa dan munculnya inovasi terbaru melahirkan tata cara mengelola keuangan secara sistematis dan memiliki standar.
Di Indonesia tata cara mengelola laporan Keuangan diatur oleh Ikatan Akuntan Indonesia, sebuah lnstitusi Akuntansi terbesar di Indonesia yang mengurusi peraturan-peraturan dalam menyusun Laporan Keuangan. Peraturan tersebut dinamakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau biasa dikenal dengan PSAK, didalam nya terdapat pedoman-pedoman dan peraturan mengenai penyusunan laporan keuangan dan merupakan kitab suci nya para Akuntan.
Akhir tahun 2015, sudah efektif diberlakukannya AFTA (Asean Free Trade Area) atau Area pasar bebas Asean dimana seluruh negara yang tergabung dalam Asean dapat berdagang antar negara tanpa khawatir lagi dengan mahalnya BEA masuk dan keluar. Perdagangan bebas ini memiliki dampak, baik positif maupun negatif. Khusus bidang profesi Akuntan dampak positif nya ialah pasar bebas siap menerima para Akuntan yang ingin bekerja dinegaranya, sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran didalam negeri, meskipun demikian Akuntan harus siap menerima tantangan baru untuk kerja di negeri orang, keahlian sangat dituntut untuk menyesuaikan dengan pedoman pelaporan keuangan di negara tersebut, dan tentu saja memiliki pengalaman bekerja di luar negeri.
Dampak negatif dari Pasar bebas bagi akuntan ialah kendala bahasa yang beragam, banyak nya keahlian-keahlian lain  yang akuntan tidak tahu namun dituntut agar Akuntan menguasainya, Akuntan lokal makin tersisih diakibatkan akuntan asing masuk ke negeri sendiri dibayar mahal sedangkan Akuntan lokal dibayar murah, penguasaan di bidang Software akuntansi yang minim, pembayaran salary yang tidak sesuai bila kerja diluar negeri dan masih banyak dampak negatif lainnya.
Melihat dari dampak positif dan negatif diharapkan para akuntan maupun calon Akuntan agar dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi arus Globalisasi terutama Pasar Bebas Asean dengan memperbanyak membuka wawasan baru seputar dunia akuntansi serta mengikuti perkembangan jaman dengan memanfaatkan Internet dan sering mengikuti seminar-seminar yang menyajikan perkembangan terkini di bidang akuntansi.

Bentuk Paragraf
Artikel diatas merupakan bentuk Paragraf Deduktif karena menceritakan gambaran umum yaitu arus globalisasi ke gambaran khusus yaitu bidang Akuntansi.

Kesimpulan : Dalam menghadapi arus globalisasi profesi akuntan dituntut untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi persaingan di Pasar Bebas dengan selalu mencari dan membuka wawasan pengetahuan di bidang Akuntansi baik hardskill atau softskill agar tidak kalah saing oleh Akuntan-akuntan asing yang lebih profesional dan berpengalaman.

Sabtu, 02 Mei 2015

Hukum Perdata : Sengketa Tanah di Meruya

Latar Belakang

Beberapa waktu yang lalu kasus sengketa tanah menjadi headline sebagian besar media massa. Salah satu yang hangat dibicarakan adalah kasus sengketa tanah Meruya antara warga dengan PT. Portanigra, kejadian ini meresahkan warga Meruya yang tinggal diatas tanah tersebut. Mereka menuntut agar kasus sengketa ini segera terselesaikan.
Kasus ini termasuk hukum Perdata karena, Pengertian Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat

Kasus

Kasus ini mencuat saat warga Meruya memprotes keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan PT. Portanigra atas tanah seluas 44 Ha. Kepemilikan berganda atas tanah tersebut berawal dari penyelewengan Djuhri, mandor tanah, atas kepercayaan yang diberikan Benny melalui Toegono dalam pembebasan di Meruya Selatan pada tahun 1972. Djuhri menjual tanah itu kembali kepada pihak lain karena tahu pembelian tanah itu melanggar aturan. Kemudian, Toegono memperkarakannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan pada akhirnya Djuhri divonis hukuman percobaan dengan membayar 175 juta ditambah 8 Ha tanah. Pihak Portanigra belum menganggap masalah ini selesai dan menggugat Djuhri kembali secara perdata ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT. Portanigra.
Sengketa tanah antara Djuhri dan PT.Portanigra ternyata membawa dampak bagi pihak ketiga yaitu warga Meruya. Mereka terancam kehilangan tanah dan bangunan. Sebagai pihak ketiga, seharusnya memperoleh pertimbangan hukum. Hal tersebut sesuai dengan pasal 208 (1) pasal 207 HIR dan warga dapat menggugat kembali PT. Portanigra.

Tujuan

Dari kasus diatas, Masyarakat Meruya menginginkan hak atas tanah yang sengketa agar kembali milik mereka, pengambilan keputusan oleh Pengadilan agar pihak-pihak yang terlibat mau dan tunduk atas keputusan hakim persidangan.

Penyelesaian

Masalah sengketa Tanah merupakan masalah yang pelik dan sangat berat, karena sangkut paut pada aset/harta Masyarakat. Diperlukan nya kesepakatan satu suara untuk membela hak atas tanah tersebut. Tindakan yang harus diambil oleh Masyarakat dan Perusahaan PT. Portanigra ialah duduk bersama di meja hijau mendengarkan keputusan hakim. Namun yang terjadi ialah Hakim memenangkan PT. Portanigra. Akar dari masalah ini ialah Oknum bernama Djuhri sudah bermain-mata, sudah sepantasnya pelaku dijerat dengan hukuman setimpal. Menurut Prof. Endriatmo Sutarto, ahli hukum Agraria Sekolah Tinggi Pertanahan Yogyakarta Pemerintah sebagai badan regulasi harus menjadi penengah. Sebagai langkah awal, pemerintah harus meneliti ulang kebenaran status kepemilikan tanah. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus membenahi sistem administrasi dan lembaga kepemerintahan. Berdasarkan kasus ada ketidakberesan dalam sistem administrasi di BPN. BPN mengeluarkan sertifikat atas tanah sengketa. Begitupun MA, kronologis menunjukkan bahwa putusan MA No. 2683/PDT/G/1999 memiliki keganjilan karena batas-batas tanah Portanigra di letter C masih belum jelas. Tampak adanya sebuah “permainan” di sana.
Pemerintah seharusnya membentuk badan peradilan agraria independen di bawah peradilan umum layaknya pengadilan pajak, niaga, anak dll. Peradilan itu diisi oleh hakim-hakim Adhoc yang bukan hanya ahli hukum tanah secara formal tetapi memahami masalah tanah secara multidimensional. Peradilan tersebut dibentuk berdasarkan UUPA 1960 dan UU No.4/2004 tentang kekuasaan kehakiman.

Syarat-syarat administrasi yang diperlukan ialah :

  •         Kartu Tanda Penduduk Warga Meruya
  •       Surat Kepemilikan Tanah baik Sertifikat Hak Milik ataupun Akta Jual Beli
  •       Surat Pajak Bumi dan Bangunan
  •       Ijin Membangun Bangunan
  •       Dokumen yang ada sangkut pautnya dengan kepemilikan tanah oleh Notaris
     Referensi


Kamis, 02 April 2015

Hukum Lokal & Internasional



Artikel/Materi Ini dibuat oleh :
Nama           : Agung Pratama (20213356)
Kelas            : 2EB06
Mata Kuliah : Aspek Hukum dalam Ekonomi#


Definisi Hukum Lokal & Internasional

Hukum Lokal (Local Law) adalah hukum yang hanya berlaku disuatu daerah tertentu (Hukum Adat Batak, Minangkabau, Jawa dan sebagainya), atau suatu sistem hukum yang tampak seiring dengan peningkatan pentingnya hukum negara dan aparatur administrasinya, dimana pengembangan dan kewenangannya. Maksud dan tujuan kesemuanya ditentukan oleh aparat pemerintah. Pemberlakuan dalam praktek sehari-hari berada dalam suatu kewenangan daerah yang terde sentralisasi. Perbedaannya dengan hukum nasional adalah, bahwa proses pembentukan Hukum Lokal yang dibangun tersebut perumusannya didasarkan pada spirit berpikir hukuni masyarakat pribumi (according to the spirit of indigenous legal thinking).

Hukum Internasional  (International Law) adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara, namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks, pengertian ini kemudian meluas sehingga Hukum Internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional. Dan pada batas tertentu perusahaan multinasional dan individu atau disebut juga hukum yang mengatur hubungan antara dua negara atau lebih (Hukum Perang, Perdata Internasional dan sebagainya).

Tujuan Hukum

Hukum Lokal memiliki tujuan sebagai alat yang mengatur tata-cara dan tingkah laku yang ada di masyarakat suatu daerah desentralisasi, bersifat Preventif atau Represif. Preventif apabila masyarakat mengetahui terlebih dahulu hal-hal apa saja yang tidak boleh dilanggar sehingga masyarakat akan menjauhi hal tersebut, dan ini akan baik sebagai pencegahan terjadinya pelanggaran hukum. Represif apabila masyarakat belum semua mengetahui apa saja yang tidak boleh dilanggar namun sudah terjadi pelanggaran maka ini bisa dijadikan pendidikan hukum dan menimbulkan efek jera, sehingga masyarakat menjadi patuh terhadap hukum.
Hukum Internasional memiliki tujuan sebagai pengatur hubungan antar Negara yang ada di seluruh dunia, bersifat mengikat dan universal. Telah disepakati di konferensi PBB, hukum ini mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.

1.     1.       Keadilan Hukum

Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan kewajiban, atau dengan kata lain keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama. Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjelankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan mengarah pada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya pula jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan atau ketidakadilan setiap hari. oleh sebab itu keadilan dan ketidakadilan, menimbulkan daya kreativitas manusia.  Maka dari  itu keadilan sangat penting untuk kehidupan sehari – hari, karena akan mensejahterakan semua umat manusia. Keadilan terdapat dalam pancasila, terutama dalam sila kelima yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Yang artinya seluruh warga Negara Indonesia berhak mendapatkan keadilan yang merata dari pihak yang berwenang.
Jadi antara hak dan kewajiban perlu diserasikan agar tercipta kehidupan yang harmonis, karena kehidupan seperti itulah yang diinginkan oleh setiap umat manusia. Setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang perlu dikerjakan bersama – sama tanpa adannya berat sebelah yang artinya hak dan kewajiban harus dilaksanakan secara seimbang.
Berbagai Keadilan hukum :
·         Keadilan Legal atau keadilan moral
·         Keadilan Distributif
·         Keadilan komutatif

     2.       Kepastian Hukum

Kepastian hukum merupakan suatu hal yang hanya bisa dijawab secara normatif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bukan sosiologis, tapi kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam arti menjadi sistem norma dengan norma yang lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian. Kepastian hukum merupakan suatu keadaan dimana perilaku manusia baik individu, kelompok maupun organisasi terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum. Dalam praktek kita melihat ada undang-undang sebagian besar dipatuhi dan ada undang-undang yang tidak dipatuhi. Sistem hukum jelas akan runtuh jika setiap orang tidak mematuhi undang-undang dan undang-undang itu akan kehilangan maknanya. Ketidakefektifan undang-undang cenderung mempengaruhi waktu sikap dan kuantitas ketidakpatuhan serta mempunyai efek nyata terhadap perilaku hukum, termasuk perilaku pelanggar hukum. Kondisi ini akan mempengaruhi penegakan hukum yang menjamin kepastian dan keadilan dalam masyarakat.
Kepastian hukum dapat kita lihat dari dua sudut, yaitu kepastian dalam hukum itu sendiri dan kepastian karena hukum. Kepastian dalam hukum dimaksudkan bahwa setiap norma hukum itu harus dapat dirumuskan dengan kalimat-kalimat di dalamnya tidak mengandung penafsiran yang berbeda-beda. Akibatnya akan membawa perilaku patuh atau tidak patuh terhadap hukum. Dalam praktek banyak timbul peristiwa-peristiwa hukum, di mana ketika dihadapkan dengan substansi norma hukum yang mengaturnya, kadangkala tidak jelas atau kurang sempurna sehingga timbul penafsiran yang berbeda-beda yang akibatnya akan membawa kepada ketidakpastian hukum. Sedangkan kepastian karena hukum dimaksudkan bahwa karena hukum itu sendirilah adanya kepastian, misalnya hukum menentukan adanya lembaga daluarsa, dengan lewat waktu seseorang akan mendapatkan hak atau kehilangan hak. Berarti hukum dapat menjamin adanya kepastian bagi seseorang dengan lembaga daluarsa akan mendapatkan sesuatu hak tertentu atau akan kehilangan sesuatu hak tertentu.

     3.       Kemanfaatan Hukum

Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional, merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.
Berangkat dari pentingnya hubungan lintas negara disegala sektor kehidupan seperti politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya, maka sangat diperlukan hukum yang diharap bisa menuntaskan segala masalah yang timbul dari hubungan antar negara. Hukum Internasional ialah sekumpulan kaedah hukum wajib yang mengatur hubungan antara person hukum internasional (Negara dan Organisasi Internasional), menentukan hak dan kewajiban badan tersebut serta membatasi hubungan yang terjadi antara person hukum tersebut dengan masyarakat sipil.
Oleh karena itu hukum internasional adalah hukum masyarakat internasional yang mengatur segala hubungan yang terjalin dari person hukum internasional serta hubungannya dengan masyarakat sipil. Hukum internasional mempunyai beberapa segi penting seperti prinsip kesepakatan bersama (principle of mutual consent), prinsip timbal balik (priniple of reciprocity), prinsip komunikasi bebas (principle of free communication), princip tidak diganggu gugat (principle of inciolability), prinsip layak dan umum (principle of reasonable and normal), prinsip eksteritorial (principle of exterritoriality), dan prinsip-prinsip lain yang penting bagi hubungan diplomatik antarnegara.
Maka hukum internasional memberikan implikasi hukum bagi para pelangarnya, yang dimaksud implikasi disini ialah tanggung jawab secara internasional yang disebabkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan sesuatu negara atau organisasi internasional dalam melakukan segala tugas-tugasnya sebagai person hukum internasional. Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan unsur-unsur terpenting dari hukum internasional; (a) Objek dari hukum internasional ialah badan hukum internasional yaitu negara dan organisasi internasional, (b) Hubungan yang terjalin antara badan hukum internasional adalah hubungan internasional dalam artian bukan dalam scope wilayah tertentu, ia merupakan hubungan luar negeri yang melewati batas teritorial atau geografis negara, berlainan dengan hukum negara yang hanya mengatur hubungan dalam negeri dan (c) kaedah hukum internasional ialah kaedah wajib, seperti layaknya semua kaedah hukum, dan ini yang membedakan antara hukum internasional dengan kaedah internasional yang berlaku dinegara tanpa memiliki sifat wajib seperti life service dan adat kebiasaan internasional.
Jika hukum nasional ialah hukum yang terapkan dalam teritorial sesuatu negara dalam mengatur segala urusan dalam negeri dan juga dalam menghadapi penduduk yang berdomisili didalamnya, maka hukum internasional ialah hukum yang mengatur aspek negara dalam hubungannya dengan negara lain.
Hukum Internasional ada untuk mengatur segala hubungan internasional demi berlangsungnya kehidupan internasional yang terlepas dari segala bentuk tindakan yang merugikan negara lain. Oleh sebab itu negara yang melakukan tindakan yang dapat merugikan negara lain atau dalam artian melanggar kesepakatan bersama akan dikenai implikasi hukum, jadi sebuah negara harus bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya.
Pengertian tanggung jawab internasional itu sendiri itu adalah peraturan hukum dimana hukum internasional mewajibkan kepada person hukum internasional pelaku tindakan yang melanggar kewajiban-kewajiban internasional yang menyebabkan kerugian pada person hukum internasional lainnya untuk melakukan kompensasi.

Contoh kasus

TEMPO Interaktif, Mazar-e-Sharif – Tujuh pekerja PBB tewas dibunuh di Mazar-e- Sharif, Afganistan. Dua di antaranya dipenggal oleh demonstran yang protes pembakaran Al-Quran di gereja Florida, Amerika Serikat. Berdasarkan laporan harian The Telegraph, Sabtu (2/4), korban serangan paling keji kepada pekerja PBB itu termasuk lima petugas keamanan dari Nepal, dan pekerja sipil dari Norwegia, Swedia, dan Rumania. Dalam peristiwa itu, selain pekerja PBB, empat penduduk lokal juga ikut terbunuh.  Pejabat PBB kepada Daily Telegraph menyatakan jumlah korban kemungkinan bertambah hingga 20 orang. Dalam peristiwa itu, beredar kabar bahwa seorang Kepala Asisten Militer PBB juga ikut terluka. Namun kabar ini belum dapat dipastikan. Penduduk setempat menyatakan sekitar 2.000 orang demonstran menyerang penjaga keamanan PBB di luar Unama. Demonstran merampas senjata mereka, lalu menggunakannya untuk menembaki polisi. Juru bicara Kepolisian menyatakan pendemo memenggal kepala dua penjaga keamanan dan menembak penjaga lainnya. Mereka kemudian mendorong tembok anti-pelindung ledakan untuk menjatuhkan menara keamanan lalu membakar gedung. Para pendemo mulai berkumpul ketika sejumlah pemimpin agama di masjid di pusat kota mendesak para jemaah meminta PBB mengambil langkah dalam peristiwa pembakaran Al-Quran yang dilakukan pendeta Wayne Sapp di Gainesville Florida pada 20 Maret 2011 lalu. Sekretaris Jenderal PBB Ban-Ki-Moon menyatakan tindakan para pendemo itu merupakan perilaku yang memalukan dan pengecut. Sementara Presiden Amerika Serikat Barrack Obama mengutuk tindakan itu. 

Analisa

Kasus diatas merupakan kasus hukum internasional karena menyangkut warga negara Nepal, Norwegia, Swedia, dan Rumania yang notabene warga negara asing di Afghanistan dengan pendemo yang merupakan warga negara Afghanistan itu sendiri.
Pertanyaan yang muncul adalah negara mana yang berhak mengadili perkara tersebut?
Untuk menentukan negara mana yang berhak mengadili suatu perkara internasional, diciptakanlah asas-asas hukum yang menjelaskan negara yang berhak mengadili suatu perkara internasional, salah satu asas tersebut adalah asas Yurisdiksi Negara.

1. Prinsip Teritorial 

Prinsip ini lahir dari pendapat bahwa sebuah negara memiliki kewenangan absolut terhadap orang, benda dan kejadian-kejadian di dalam wilayahnya sehingga dapat menjalankan yurisdiksinya terhadap siapa saja dalam semua jenis kasus hukum (kecuali dalam hal adanya kekebalan yurisdiksi seperti yang berlaku kepada para diplomat asing).

2. Asas Nasionalitas :

Atau disebut juga “hubungan fundamental antara individu dengan negaranya”. Dalam hukum internasional, hubungan antara individu sebagai warga negara dengan negara adalah sebuah hal yang paling mendasar (fundamental). Sebuah negara dapat menjalankan yurisdiksi kriminal dan privat terhadap warga negaranya meskipun yang bersangkutan sedang berada di negara lain. Contoh, di Inggris dalam kasus Joyce v. Director of Public Prosecutions (1946) dan Amerika Serikat dalam kasus Iran Hostages Crisis (1979-1980). Permasalahan akan timbul dalam hal penentuan “kewarganegaraan” yang terkadang cukup rumit. Dalam Nottebohm Case (1955) ICJ memutuskan bahwa dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, pengadilan harus memperhatikan ”genuine connection” yang menunjukkan keterikatan seseorang dengan penduduk sebuah negara. Prinsip ini dikenal dengan effective nationality atau dominant nationality.  

3. Asas Personalitas Pasif :

Prinsip ini memberikan hak pelaksanaan yurisdiksi kepada sebuah negara untuk menghukum kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, oleh pelaku dari warga negara asing, yang korbannya adalah warga negara dari negara tersebut. Beberapa ahli hukum internasional menganggap pelaksanaan yurisdiksi ini tidak memiliki dasar yang kuat. Hal ini karena membuat pelaku dari kejahatan ini untuk tunduk pada sistem hukum lain yang tidak harus dipatuhinya. Oleh karena itu, beberapa ahli berpendapat bahwa penerapan prinsip ini hanya terbatas pada kejahatan yang secara umum diakui oleh negera-negara dunia sebagai kejahatan seperti pembunuhan dan pencurian.
Contoh kesulitan dari pelaksanaan Pasive Personality Principle ini adalah seperti tergambar dalam peristiwa pembajakan kapal pesiar Achille Lauro (1985) oleh beberapa orang Palestina yang berakhir diperairan Mesir.  

4. Asas Protektif :  

Atau biasa juga disebut sebagai yurisdiksi yang timbul berdasarkan adanya kepentingan keamanan sebuah negara. Dalam banyak sistem hukum mengakui bahwa negara-negara memiliki yurisdiksi terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang asing, diluar wilayahnya, yang mengancam keamanan negara tersebut atau mengancam jalannya pemerintahan negara tersebut. Contoh dari pelaksanaan prinsip ini adalah, kasus United States v. Archer (1943) yang diputuskan bahwa hukum Amerika dapat menghukum warga negara asing yang melakukan perjury terhadap diplomat Amerika di luar negeri. Contoh lain, Israel di tahun 1972 membuat peraturan perundangan yang memberikan yurisdiksi kepada pengadilan Israel untuk mengadili setiap orang yang melakukan kejahatan di luar negeri yang mengancam keamanan, ekonomi, transportasi atau komunikasi dari negara Israel.

5. Asas Universal :

Berbeda dengan prinsip-prinsip sebagaimana dibahas diatas, dimana harus ada “hubungan” antara kejahatan yang dilakukan dengan negara pelaksana yurisdiksi – prinsip universal tidak membutuhkan hubungan seperti itu. Prinsip ini didasarkan pada fakta bahwa sebuah negara menjalankan yurisdiksinya karena seseorang berada dalam kekuasaannya (custody), karena melakukan kejahatan berdasarkan hukum nasional negara lain ataupun kejahatan berdasarkan hukum internasional. Bila seseorang tersebut melakukan kejahatan berdasarkan hukum nasional negara lain, maka sebuah negara hanya dapat menjalankan yurisdiksinya bila negara lain tersebut menolak untuk menjalankan yurisdiksinya. Pelaksanaan yurisdiksi terhadap kejahatan berdasarkan hukum internasional lebih diterima oleh negara-negara dunia. Hal ini karena beberapa kejahatan yang diatur dalam hukum internasional dapat mengganggu masyarakat internasional secara luas.
Menurut kami asas yang paling tepat untuk kasus ini adalah Asas Teritorial, Karena seluruh rangkaian kejadian kasus ini terjadi di Afganistan, pelaku kasus ini adalah demonstran yang merupakan warganegara Afganistan, para korban menghembuskan nafas terakhir mereka di Afganistan, kerugian paling signifikan dirasakan oleh Afganistan (meninggalnya 4 penduduk lokal, hancurnya fasilitas umum, dan hangusnya gedung-gedung).


Referensi